![]() |
| Musibah tenggelamnya kapal nelayan di perairan Batu Bara kembali membuka luka lama bagi komunitas nelayan tradisional. |
Batu Bara, Ucup News.com
Musibah tenggelamnya kapal nelayan di perairan Batu Bara kembali membuka luka lama bagi komunitas nelayan tradisional. Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia (PNTI) Kabupaten Batu Bara menyatakan keprihatinan mendalam sekaligus mendesak pemerintah mengambil langkah nyata untuk melindungi nelayan kecil yang semakin terdesak.
Ketua PNTI Batu Bara, Ir. Azwar Hamid, menilai insiden ini mencerminkan rapuhnya sistem perlindungan bagi nelayan. “Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar. Begitulah rasa syukur dan duka yang bercampur ketika mendengar kabar nelayan kita tenggelam saat berjuang mencari nafkah,” ujarnya.
Cuaca Ekstrem Mengancam, Nelayan Tetap Harus Melaut
Menurut Azwar, bulan September hingga Desember merupakan periode cuaca ekstrem di pantai timur Sumatera. Namun tuntutan ekonomi membuat para nelayan tradisional tetap turun ke laut meski dengan perlengkapan keselamatan yang minim.
“Mereka hanya membawa pelampung seadanya. Perlengkapan keselamatan yang memadai nyaris tidak dimiliki,” ungkapnya.
Alat Tangkap Merusak Semakin Perburuk Ekologi Pesisir
PNTI Batu Bara juga menyoroti keberadaan kapal-kapal besar yang menggunakan alat tangkap merusak seperti pukat trawl, grandong, dan tank korang. Kapal-kapal tersebut diduga beroperasi hingga bawah 2 mil laut, wilayah yang seharusnya menjadi ruang gerak nelayan kecil.
“Kerusakan ekologi semakin parah. Alat tangkap destruktif ini merusak habitat ikan dan mempersempit ruang hidup nelayan kecil,” tegas Azwar. Ia mengingatkan kondisi itu dapat memicu ketegangan horizontal bila pembiaran terus berlanjut.
Pemerintah dan Industri Diminta Tidak Abai
Azwar mempertanyakan sejauh mana keseriusan pemerintah daerah hingga pusat dalam memastikan perlindungan praktis bagi nelayan tradisional.
“Haruskah kondisi seperti ini terus berulang? Nelayan kecil hari ini hidup dalam tekanan cuaca, tekanan ekonomi, dan tekanan ekologis sekaligus,” katanya.
Selain pemerintah, PNTI juga menyoroti sektor industri. Menurut Azwar, sejumlah kasus kematian ikan massal diduga berkaitan dengan pengelolaan limbah industri yang tidak optimal.
“IPAL harus dipastikan betul-betul berfungsi. Jangan sampai ekosistem rusak dan nelayan menjadi korban,” ujarnya.
Momentum Perbaikan Tata Kelola Pesisir
PNTI Batu Bara menilai musibah kapal tenggelam ini harus menjadi alarm perbaikan tata kelola pesisir, mulai dari penegakan hukum terhadap alat tangkap ilegal hingga pengawasan limbah industri.
“Keselamatan dan keberlanjutan hidup nelayan tradisional bergantung pada keberanian semua pihak untuk bertindak,” tutup Azwar. (Red).











0 Komentar