![]() |
Program sejuta rumpon bukan hanya proyek konservasi laut, tetapi juga bentuk perlawanan nelayan tradisional terhadap praktik penangkapan ikan destruktif yang mengancam masa depan laut Indonesia. |
Batu Bara, Ucup News.com
Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia (PNTI) Kabupaten Batu Bara menegaskan komitmennya melindungi ekosistem laut dan zona tangkap nelayan tradisional dengan melanjutkan program sejuta rumpon.
Program ini menjadi langkah strategis menghadapi ancaman kapal pukat trawl yang kerap beroperasi di wilayah perairan dalam jarak kurang dari 4 mil laut.
Ketua DPD PNTI Batu Bara, Ir. Azwar Hamid, mengatakan program prioritas periode 2025 – 2030 ini menargetkan pemasangan rumpon berbentuk kubus berukuran 60 x 60 x 60 cm dengan ketebalan 20 cm berbahan cor semen. Rumpon akan dipasang di bawah 4 mil laut — zona tangkap utama nelayan tradisional Batu Bara.
“Program ini sudah berjalan sejak 2010 dan terus mendapat dukungan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP RI), Dinas Perikanan, serta sektor swasta seperti PT INALUM dan PT Pelindo Regional I Sumut,” kata Azwar, Selasa (14/10/2025).
Menurutnya, dukungan lintas sektor penting untuk menjaga kelestarian laut sekaligus memperkuat ekonomi masyarakat nelayan.
Zona Tangkap dan Pulihkan Ekosistem Laut
Azwar menjelaskan, program sejuta rumpon memiliki dua tujuan utama:
1. Meningkatkan populasi ikan melalui penciptaan habitat buatan (artificial reef).
2. Melindungi zona nelayan tradisional dari aktivitas kapal besar yang sering melanggar batas wilayah tangkap.
Ia menilai kondisi pesisir Batu Bara kian terancam akibat kerusakan terumbu karang, penurunan hasil tangkap, dan konflik antar-nelayan.
Selain itu, persoalan sosial seperti pengangguran dan penyalahgunaan narkoba di kalangan masyarakat pesisir juga semakin meningkat.
“Banyak nelayan tradisional yang jadi korban karena kapal besar seenaknya masuk wilayah tangkap. Rumponisasi adalah solusi nyata untuk menjaga laut dan hak nelayan lokal,” tegasnya.
Dorong Regulasi dan Pengawasan Ketat
Kabupaten Batu Bara memiliki enam kecamatan pesisir — Tanjung Tiram, Talawi, Nibung Hangus, Lima Puluh Pesisir, Sei Suka, dan Medang Deras — yang menjadi pusat aktivitas nelayan tradisional.
Kondisi geografis dataran rendah 0 – 3 meter di atas permukaan laut (DPL) membuat kawasan ini juga rawan banjir dan terdampak limbah industri.
“Sering terjadi ikan mati massal di muara sungai. Karena itu, pengendalian limbah industri (IPAL) harus dilakukan dengan bijak dan terukur,” ujar Azwar.
PNTI Batu Bara mendorong pemerintah daerah dan pusat segera menerbitkan regulasi khusus seperti Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati untuk mendukung program sejuta rumpon agar berjalan efektif, berkelanjutan, dan memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat nelayan.
“Tanpa dukungan kebijakan dan pengawasan, laut akan terus dieksploitasi. PNTI Batu Bara siap menjadi garda terdepan menjaga kedaulatan laut untuk nelayan tradisional,” tandasnya. (Red).
0 Komentar